Selepas dari Lubuklinggau, Dokter Abdurrahman ditugaskan di Malang. Pernah tinggal di daerah Candipanggung Kota Malang. Lalu ditugaskan kepala Puskesmas Gondanglegi. Selepas dari Gondanglegi, sekitar tahun 2002, Pasangan ini mulai tinggal di kediaman belakang UIN hingga akhir hayatnya. Ning Id setia mengantar dan menjemput di terminal bis, kala dokter Abdurrahman mengambil kuliah Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya.
Karir Dokter Abdurrahman semakin meningkat, hingga menjadi kepala STIKES Kepanjen, milik Pemkab Malang, mulai tahun 2010-2019. Belakangan, Dokter Abdurrahman diamanahi menjabat kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang dan terakhir Direktur RSUD Kanjuruhan Malang.
Pasangan Dokter Abdurrahman dan Ning Id memang telah kenyang asam garam kehidupan. berbagai cobaan yang pernah mereka berdua alami, menjadikan mereka pribadi yang tegar menjalani kehidupan. Kedermawanan keduanya bisa dirasakan oleh mereka yang mengenalnya. Anak-anak kecil diberi uang saku yang membahagiakan mereka. Pun para keponakannya, tetap diberi uang saku saat berjumpa walaupun telah dewasa dan berumah tangga. Banyak titipan infaq jariyah dari Ning Id dan Dokter Abdurrahman, untuk pembangunan berbagai pesantren termasuk pesantren As-Sa'idiyah 1, yang diperluas mushollanya dengan dana dari mereka berdua.
Kepandaian Ning Id memasak amat dirindukan oleh kerabat dan kawannya. Tempe bacemnya yang khas, juga aroma daun salam yang tak pernah alpa untuk menambah citarasa dalam tiap masakannya. Ning Id memang tidak mengajar di sekolah formal. Namun kiprahnya sebagai pengayom kolega dan pendamping suaminya diakui semua kalangan. Pengorbanannya, sifat ngemongnya, suka mengalahnya, akan selalu dikenang.
Dokter Abdurrahman dan Ning Id memang telah tiada. Didahului Dokter Abdurrahman pada tanggal 2 Muharram 1443 H, disusul Ning Id 8 hari sesudahnya. Keduanya wafat di era pandemi. InsyaAllah tercatat sebagai syuhada'. Keduanya berpulang dalam waktu yang berdekatan dengan wafatnya Nyai Zubaidah Nasrullah, Ibunda Ning Id. Dalam 3 minggu, keluarga kiai Nasrullah kehilangan tiga keluarga tercinta.
Ning Id dan Dokter Abdurrahman akhirnya 'pulang' ke Jombang. Setelah lama merantau ke Yogyakarta, Surabaya, Lubuklinggau dan Malang, mereka pulang dalam keadaan yang baik. Gus Zu'am telah menyelesaikan Magister Komputer dan Ning Dea telah menyelesaikan Magister Farmasi di UGM. Telah purnalah kewajiban Dokter Abdurrahman dan Ning Id.
Ning Id dan dokter Abdurrahman dimakamkan berdampingan di area pesarean Kiai Abdussalam dan Kiai Wahab Hasbullah Tambakberas setelah dirawat intensif 2 minggu di RS UMM Malang. Jenazah keduanya diantar oleh ambulan RS Universitas Muhammadiyah Malang dan dilepas oleh Rektor UIN Malang beserta jajarannya. Betapa harmonis hubungan NU Muhammadiyah tampak dari kewafatan Ning Id dan Dokter Abdurrahman. Ambulan RS Universitas Muhammadiyah mengantar hingga pesarean Mbah Wahab. Teringat ketika Ketua PP Muhammadiyah, Prof Azhar Basyir rawuh ke Tambakberas, memberi mau'idloh saat pernikahan keduanya tahun 1991. Memanglah keluarga Nyai Mas Wardiyah Abdurrohim, nenek Ning Id, masih berkerabat dekat dengan keluarga Muhammadiyah Kauman Yogyakarta.
Ning Id dan Dokter Abdurrahman adalah contoh kecil keberhasilan keluarga Pesantren Tambakberas di perantauan. Hidup mereka terpaut jarak dengan Tambakberas, tetapi infaq jariyah mereka mengalir, turut mendukung perjuangan Pesantren Tambakberas di bidang pendidikan. Alumni Pesantren Tambakberas yang kuliah di Malang, pastilah merasakan keramahan keluarga ini. Rumahnya kerap digunakan untuk kegiatan Alumni, sementara yang berkarir di Malang, pasti pernah merasakan ketulusan, bantuan, perhatian dari Ning Id dan dokter Abdurrahman.
Keramahan Ning Id mengingatkan kita akan adanya benang merah genetis keturunan Kiai Hasbullah Tambakberas, yang tulus, ramah, grapyak, murah senyum, ahli silaturrahim dan perhatian kepada siapa saja di manapun berada. //A. Taqiyuddin Mawardi
blog comments powered by Disqus