Oleh : H. M. Syifa’ Malik
Islam mengajarkan dan menganjurkan umat manusia untuk berfikir, mempergunakan akal fikiran, menganalisa, meneliti, merenung, mengobservasi dan menghayati semua alam semesta, baik makhluq maupun benda-benda lainnya agar iman dan keyakinan makin hidup dan makin tinggi kualitasnya. Pada akhirnya dengan berfikir manusia menjadi makhluk yang sempurna karena benar benar mempergunakan akalnya. Sebagaimana perintah dalam alquran afalaa ta'qiluun, afalaa tatafakkaruun.
1. Definisi Berfikir
Mengurai arti berfikir sangat luas, satu diantara penjelasannya ada dalam kitab Syarah al-Hikam,
الفكرة سير القلب في ميادين الأغيار
berfikir adalah perjalanan hati didalam semua lapangan kehidupan makhluk.
Bahwa berpikir adalah pelita hidup didalam hati manusia,Ia merupakan jalan perasaan yang dikirim ke otak untuk dilaksanakan oleh anggota badan dan panca indra. Hamba Alloh yang suka berpikir akan menghidupkan rohaninya, menyegarkan otaknya, dan menyegarkan pelaksanaan ibadahnya. Tak ketinggalan slogan Cak Lontong pun menggunakan kata-kata sama, mikiir..mikiir..
Uraian diatas menandakan bahwa manusia dalam hidupnya sesungguhnya tidak bisa lepas dari yang namanya berpikir, seorang filsuf yunani bahkan mengatakan: "cogito ego sum” aku berpikir maka aku ada". Imam al -Ghozali juga pernah mengatakan: "saya berkehendak maka saya ada", bahkan Al-quran menyatakan dengan tegas tentang pentingnya berpikir sebagaimana dalam surat ali imron 191 yang berbunyi:
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَا مًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَرْضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَا بَ النَّارِ
“Orang orang yang mengingat Alloh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Yaa Tuhan kami tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia maha suci engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.( QS.Ali Imron 191).
Ayat ini jelas memerintahkan untuk berpikir, menggunakan akal, menganalisa, mengobservasi, memahami, menghayati, karena dalam ayat ini mengandung dua ayat yakni ayat Kauniyah dan ayat Syar'iyyah. Ayat kauniyah menunjukkan tentang kesempurnaan penciptaan alam semesta dan ayat syar’iyyah menunjukkan tentang betapa adil dan bijaksananya Alloh dalam membuat aturan syariah.
2. Macam-macam berpikir.
Syekh Ahmad Athoillah as-Sakandari pengarang kitab Syarah al-Hikam berkata:
الفكرة فكرتان فكرة تصديق إيمان وفكرة شهود وعيان فالأولى لارباب الاعتباروالثانية لارباب الشهود والاستبصار
“pikiran itu ada dua macam, pikiran yang timbul dari pembenaran atau keimanan dan pikiran yang timbul dari penyaksian atau penglihatan”,
yang pertama adalah kekhususan bagi ahli i'tibar sedangkan yang kedua bagi orang-orang yang telah melihat dan menyaksikan dengan mata bathin. Dari paparan dan pembagian menurut Syekh Atoillah as-Sakandari dapat diketahui bahwa pikiran atau fikroh dibagi dua,
a. Pikiran berdasar pembenaran dan keimanan
Pikiran seperti ini disebut sebagai fikroh at-taroqqi yakni berpikir menggunakan arah vertikal keatas. Dimana orang-orang yang berpikir taraqqi bertujuan menambah keimanan dan keyakinan, berpikir taraqqi biasanya banyak dilakukan para ulama-ulama salafus sholihin, para sufi, zahid, ahli wirai kiai-kiai kuno, baginya berpikir taraqqi merupakan tangga bagi orang-orang yang suka mengambil i'tibar, artinya mencari dalil untuk mengetahui dan mengenal Tuhannya melalui ciptaan-Nya, misalnya adanya dunia ini pasti ada yang menciptakan yaitu Alloh yang maha menciptakan.
b. Pikiran berdasar penyaksian atau penglihatan
Pikiran demikian disebut fikroh attadalli, yakni berpikir dengan arah vertikal kebawah. Berpikir model demikian dilakukan oleh para majdzuubin, yang selalu hanya mengingat Alloh swt dalam setiap waktunya, dia tidak memikirkan dirinya dan sekelilingnya, hampir tidak ada waktu untuk berinteraksi dengan manusia. Setiap kegiatan dan aktifitasnya selalu tertuju pada Alloh, baginya mendadarkan pada kekuatan berpikir rmengalahkan ibadah, sebagaimana hadis rosul saw
فِكْرَةُ سَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّينَ سَنَةً
“berpikir sesaat lebih baik daripada beribadah 60 tahun",
Dari hadis ini, bagi mereka para majzduubin yang tampak dalam penglihatan dan pikirannya hanya Alloh swt saja. Berpikir tadalli merupakan tangga bagi orang-orang yang suka mengambil istibsar/penyaksian, artinya dia mencari dalil dari Alloh untuk mengetahui makhluknya, dengan mengetahui sifat-sifat Alloh seorang jadzab mengetahui karakter makhluqnya,maka kalau ada kaidah
من عرف نفسه فقد عرف ربه
bagi seorang majdzub kaidahnya menjadi terbalik yakni
من عرف ربه فقد عرف نفسه
Sebagai penutup, kiranya maqolah Syekh Athoillah as-Sakandari sangat pantas menjadi bahan perenungan kita, beliau berkata:
.الفكرة سراج القلب فإذا ذهبت فلا إضاءة له
“berpikir adalah lentera hati, ketika ia tiada maka hati tak punya cahaya".
berpikir adalah lentera, dengan berpikir memiliki indra penerang dalam hati sehingga mampu melihat kebenaran dalam segala hal, bisa membedakan yang haq dan bathil, mampu mendeteksi tipu muslihat musuh, mampu membela kebenaran, tidak mudah termakan fitnah, hoax dan sebagainya.
Sebaliknya hati yang tidak bercahaya laksana rumah yang tidak berpenghuni, sepi, kosong, hampa, kering, fana, cenderung penuh tipuan dan kebohongan, maka memikirkan ciptaan Alloh adalah sesuatu yang dapat menghidupkan rasa beragama, berketuhanan dalam hati manusia, juga memikirkan alam sekitar dapat menumbuhkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan alam semesta baik lahir maupun bathin.
Wollohu a'lam bissowab